ALWI TRISNAWAN
Powered By Blogger

Jumat, 26 November 2010

Selasa diJogjakarta

Selasa malang bagi Indonesia
menggetarkan hati
memilukan rasa setiap jawaban yang diberikan ketika bertanya
apa?
apa yang terjadi selasa ini?
kering bebatuan adalah saksi semua pertanyaanku,...

barisan insani telah tersiapkan menyambutmu
siksaan halus baru saja didapat bukan hanya dari cerita
membuat malu memakai baju jika mereka nanti berduka,...

aku tak melihat kemelut lidah api yang menjilat anak kecil bertubuh hitam itu
aku juga tak mendengar gemuruh nyanyian merapi menyanyikan lagu penyiksaan orang tua bermuka keriput itu
aku tak merasakan panas surga debu menghiasi desa itu
aku hanya diam di kota ini,
dengan kemeja hitam dan sepatu baruku
diam dan hanya bisa berbisik lirih ceritakan gelisahku kepada kawan,...

tuhan, adilkah untuk mereka?
kepada siapa kau marah tuhan?

mengapa mereka?
adakah sampul tangan pemberian bunda yang tersisah bagi mereka?
indahkan jika memang ini keharusan takdirmu,...

tumpahkan air mata wahai Indonesia
berikan tanda bahwa bendera masih berkibar pada tempatnya
sucikan jiwa ini untuk melepaskan tanda bencana selanjutnya
bukan karena nasionalisme yang tak lagi ada didada
bukan karena kita telah jauh dari Tuhan kita
bukan juga karena  para dewanya para raja

ini tentang takdir tuhan,
untuk apa bertanya tentang takdir?
jika setiap helaan nafas kita adalah takdir
jika setiap detik waktu kita telah tertulis dalam catatan hidup
ini tentang sejarah yang terkenang oleh anak cucu kita
tertata rapi nantinya hingga duduknya juga merenungi,...

biarkan selasa menjadi irama
dalam hidup berikutnya kita adalah pahlawan peringatan
kita tak terberita,
hingga kau anak kecil, mengenang ayah tak pulang dari ladang gersang,...

biarkan Tuhan,
percayakan DIA,...

Jogjakarta, 12 November 2010

KETIKA AKHIR TAK PERNAH TERAWALI

Cantik,...
Keindahan telah lama mengarungi
Riwayat tentang cinta juga telah banyak yang terkisah
Lembayung lagu asmara kian lama menipis karena luka
Mungkin belum pasih akan semua renungan tentangnya

Telah lama terpuruk karena indah yang berduka
Terhapus dalam ingatan karena ingin melupakan
Teramat sulit karena coretan harian
Catatan akan makna dengannya hanyalah sebuah kehampaan berlalu
Tulisan berbait sair dulu untuknya,...

Engkau hadir dengan semua senyum khasmu
Berkas-berkas redup tersilaukan karena alunan sinarmu
Merkah asmara suasana berikan nafas ruang hampa yang hilang

Ku berharap terdiam dalam keabadian
Denganmu saat purnama itu
Tercatat aku bukanlah hal yang indah
Dan dalam kelam tetap tak terbalutkan rasa garda
Ujung kepala menjunjung darah bergetarku yang terhenyu
Iringkan piano riuh biar tak kaku

Gadis,...
Jangan tinggalkan jejak langkah yang ingin ku catat bersama
Meski terhalang biarlah rasa yang tercipta
Semua kata terakhiri sebelum ku awali
Semua kisah terakhiri sebelum ku mulai
Karena hilaf mengujungkan rasa yang terkedip membangunkan
Rasanya luka,
Tapi terbaik dalam sebuah catatan kehidupan
Dan indah di esoknya,...

Jogjakarta, 17 April 2010

KISAH SEKOLAH BERCERITA MALAM INI

Malam ini ada kisah dari kitab angan tentang zaman indah
tertulis indah dari memory yang terindah
sebuah tumpukan kertas-kertas catatan juang diri tertata rapi di sini
hingga malam ini penuh sair tentangnya

denting bel berbunyi nyaring kala itu,
berbekal sepatu hitam hadiah kelulusan awal juang dari ayah
meniti jalan kecil dengan percikan air harapan di tiap langkah
di bangunan itu kami bertemu orang-orang penuh senyum menyapa

kini anganku hampir terujungkan langkah,
tapi tetap merekalah yang terindah hingga kini atau hingga esok ketika tertatih
tetap mereka yang memberi berita tentang surga yang menantiku di ujung jalan sana
bukan para mahasiswa pemikir jempolan,
bukan juga profesor tanda ketinggian namanya...

Nona,,,
kau tetap indah dalam sejarah sekolah kita ini
bahasa populernya putri diana pun hilang di telan sejarah
tak tahulah arah pergimu kemana
tapi duduklah di bangku kerinduan itu, agar bertemu pulang sekolah...
Ibu,,,
kau berirama dengan lembaran buku bercoretkan sejarah
kini atau nanti terukir matang dalam ingatan muridmu ini
walau tak terasa jauh meninggalkan jejak-jejak di halaman pikiranmu tentang aku dan
mereka
semoga indah di kembalinya di pangkuanmu

bapak,,,
tak begitu indah tatapan mereka pada marahmu
tapi tetap tak bisa terlupa
karena kau panutan hangat bekal perjuangan di hari esok
tak perlu kecewa, tiap mereka ada cita dan cinta
tetaplah bercerita tentang jayamu saat habis waktu belajar hari ini
karena aku merindukannya malam ini

Sobat,,,
kini jauh memisahkan canda
tak terlihat omelan kecil darimu dalam salahku
tak terdengar celotehanmu tentang kisah cinta tak tersampaikan
atau menggigilnya aku dalam cerita cinta pertama

mungkin ini kisah sang malam
berumpama dengan semua hidup kerja aku dan mereka
indah di saat-saatnya terbesit
semoga tak hilang dalam mimpi beriring pajar ini...

Jogjakarta, 28 Maret 2010

KITA SAAT LAMA DAHULU

Jendela-jendela warna memasang angka tentang sebuah masa
Kata renungan dia adalah indah
Entah karena tertanamnya bunga asmara kala rasa
Atau kaki-kaki umpama yang berkata pada sair serupa
Tidurlah untuk mendapatnya

Basah bayang sebentuk wajah
Tak terhapuskan masalah berganti mengurung jiwa
Hanya indah peluk raga waktu angin berbisik cinta
Kau adalah anugerah
Meski hanya sepenggal waktu tak bergantikan lainnya
Istirahatlah bersih bunga karena durinya
Ini aku menoleh sedikit mengingatkan cerita
Mungkin saja berubah atau hanya senyum mencela

Gelembung mekar-mekar keadaan
Suasana diciptakan ketika waktu belum datangkan rasa
Ujung jalannya saja tetap memakinya ketika sepi
Lupa sejarah dapatnya
Dan sudah ludah terbuang hampa

Kau tetap nona,
Tak sebuah kata tertanam di balik pohon tanpa cabang-cabang indah
Ranum membayang terik dahaga musafir pembawa cinta
Cintamu bukan karma
Sebuah keagungan sang maha cinta
Tercipta karena ujian para hamba
Lihat saja para manusia
Tubuh terbalut kafan yang suci nan indah
Aku tak berurusan dengannya,
Tapi hidup merelasikan dengan kering tanah
Silsilah kita menyatu karena bara-bara cinta perdamaian penyatuan...

Jogjakarta,  9 April 2010

KUTUKAN RAKYATMU WAHAI PRESIDENKU

Hina tak berasa mengguncang dada
Torehan tinta otakmu tak berharga
Kini mereka marah
Kini mereka murka

Lidahmu tak pernah berkata benar
Langkahmu selalu sesat
Teriakanmu hanya hampa tanpa suara
Itulah wajahmu dalam lukisan mereka
Abstrak tak pernah ku mengerti

Apakah kau akan selalu salah ?
Mungkinkah mereka akan selalu marah ?
Hingga ragamu tersungkur di tanah berdarah
Rapuh dengan politikus yang pintar berbicara
Rapuh dengan Negara tanpa rasa bangga

Kau presidenku
Tak mereka rasa apa yang kau rasa
Mereka hanya bisa memaksa
Mereka hanya bisa berumpama
Kau harus tegar meski dengan tubuh terkapar
Terpenjara dalam istana keresahan
Terjebak dalam pelayaran samudra kejayaan
Kau kan ku kenang
Kau kan selalu menang
Wahai presidenku…

NYANYIAN RINDUKU

Gadis, ku tatap wajahmu dalam anganku yang lelah
Bayangan takdir menari dalam sebuah tanya akan arti senyummu
Apakah kau cinta padaku ?

Ku rasa iya,,,
Melihat tangis dalam nyanyianmu
Melihat tingkah dalam takdirmu
Melukiskan bayangan harapan dalam keindahan cinta yang mungkin terlaksana….

semoga...

PINTA SARJANA

Lalu tersebutlah kalimat untuk sebuah nama
Mungkin sair yang indah,
Atau lagu merdu yang akan di rindukan pendengarnya
Walau hanya sebait kata,
Tapi nyata akan tercipta

Aku bukan Romeo yang menyelinap di kapal termewah di abadnya,
Aku bukan Gie yang berani mengeritik sang penguasa

Aku hanyalah sarjana yang berbekalkan ijazah
Berjalan menyusuri trotoar jalan
Berharap ada secabik kertas bertuliskan kata yang ku pikir indah
Tak ada makna bagi sang kaya,
Tapi nyawa bagi sang sarjana

Terbayang wajah ibunda
Tertinggal di desa nan jauh disana
Dalam tiap lembar album jiwa, terselip namanya
Terukir matang dalam karya terbesar sekripsi terakhir

Ada iba tentang hidupku ini,
Karena hanya nyawa yang ingin ku pertahankan
Bukan tahta atau kuasa,
Cukup sebuah bangga yang terselip dalam surat untuk Ibunda…

RASA DIANTARA RASA

Ku teguk segelas air suci
Untuk hilangkan dahaga hati
Menggali kesedihan dalam kebahagiaan
Mencari sepi dalam keramaian

Raut wajah berseri dalam kemelut
Menangkap pencuri kedalaman hati
Melepas belenggu dalam jeratan takdir

Hampa…
Pasti kau rasakan hampa
Karena aku ciptakan itu
Untuk meraup tangis dalam hatimu…

SAIR TERINDAH

Diam,…
Berbisiklah dengan hatimu yang bersih
Layu daun yang runtuh bersama rayuan keiklasan
Dingin mendamaikan hatiku sore ini
Di bawah rindang pohon beringin

Petik cinta kedalam raga
Hingga aku tak mampu bersuara
Seperti yang engkau akan bisikan
Sejuk, khusyuk, menusuk kedalam hati yang mulai indah

Bersairlah para pujangga
Merangkai kata terindah untuk kau lantunkan dalam mimpimu
Habis kata yang mereka miliki,
Dan akulah yang tercipta menjadi pemenangnya
Dalam anganku indah tak ada yang mengganggunya…

SAJAK MERINDUKU

kau hanya sajak yang pernah tertulis dalam bukuku..
Tertulis Indah karna keindahanmu, hingga nanti..

Kau sajak yang sangat ingin ku baca,
Tapi terhalang buku itu…
Buku yang sangat berharga bagimu,
Yang telah membaca semua kata yang ada disajakmu..

Kini aku tak dapat lagi menulis sajak, karena aku hanya miliki sajak itu, dan tak mungkin
lagi menghapusmu dari kertas putih itu..

Akan ku simpan engkau, dalam lemari pojok kamarku
Dan kau pasti tau..

SajakKu..

SAJAKKU, TENTANG AKU, KAU, DAN DIA

Kedip bintang hampir tak Nampak terangnya,
Menatap kota tua yang hampir binasa
Bersama sinar cahaya bulan merona indah,
Tersipu kabut awan menghalanginya,…

Seperti itulah sadarku tentang tahtamu dihatiku,
Bersajak tentang takdir akan hadirmu,
Bermuram muka tentang pergimu dariku,…

Rindu,…
Sajakku merindukan sairmu,
Menorehkan tinta dalam buku catatan harianku,
Waktu gelap itu,…

Ayam jantan telah mengguncang sunyi,
Ayat-ayat Tuhan melantun dengan merdunya
Terik sinar itupun mulai menyinari,…

Aku benci saat ini,…
Sajak sinarku pun lenyap terhapus mentarinya,
Menyilaukan sudut ruangan itu,
Hingga jantungku dihujamnya,…
Tapi, mengapa engkau tersenyum ?
Kau menikmatinya ?
Sinarnya ?
Hangat sapaannya ,…?
Iya,…
itulah sajakku saat ini,
Sair bulan akan akan matahari
Meraung sayup suara bisik,
Marah dalam kedamaian,
Meratap dalam senyum kegalawan,
Menulis dalam kegelapan ditemani desir kerinduan,…
Menanti rindu yang takkan kembali,…

SANG TUA MALAM

darah resah tapi terselip tawa diantara bibir tua
tak ada yang sayu dalam bilik kami ini
kabut kelu kelam tanah jawa
beriring keberanian para sang hidup bermewah
di gedung bintangnya ada nama indah

hei sang tua
cucumu di rumah menanti gigi palsumu untuk di bersihkan
istrimu menanti bugilmu dari batu cair memuntahkan

jangan ikut kami,
kami adalah sang malam tertidur diantara remang malam tak bersuasana
hanya coba berumpama dalam kandang domba mewah
banyak kebul racun terindah anak muda berstempel gaya
atau racun terindah sejagat raya

dunia ini tua ketika kami bermimpi
dalam keringnya udara ruangan berirama eropa
tak terasa penjagal keuangan mengelus dompet di balik celana
mungkin karena irama musiknya
mungkin muntah si tua beristri buku tua pedoman para sang tua
moral bagai dewa tahta kerajaan rahwana raja

manis tua wajah sang tua
halus keriput bibir berumpama
tak usah dipikirlah,
dunia selamanya ada salam dari surga...

jogjakarta, 13 maret 2010

Sebuah Coretan Untukmu Kawan

Adalah malam ini saat keindahan bukanlah milik hatiku
Suara Iblis Keluar dari mulut keji diri ini
Dengan amarah kawan tersakiti

Apakah ini memang harga diri
Serendah lembah ketika mata diatas puncak
Tak sedikitpun malam mengingatkan
Atau siul jangkrik tanda kedamaian dunianya
Suasana sunyi hutan rimba

Maklumkan aku ketika tertawa
Ini tanda karsa karena bahagia
Bagimu kawan kepala taruhannya
Ketika sakitmu adalah amarah semu

Disini aku bukanlah jendela
Bukan juga bunga dibalik pagar rumah kaca
Punggawa kerajaan adalah anjing-anjingnya
Sedikit hiasan dengan wanita di dalamnya

Disini aku adalah kesatria
Berdiri bukan dibelakang kalian semua
Berdiriku ini malu dan kaku
Tapi begitu berdarah saat kau terasa hina
Kisah-kisah bersaudara bukan hanya catatan kehidupan harian
Tapi bertinta sebuah janji sebagai kawan setia

Jangan biarkan esok hari hitam
Karena malam ini mata tak bisa terpejam
Sebait waktu lalu adalah kesalahan
Dalam diam ini kata tertulis sempurna

Ditemani angin pagi subuh buta
Tercoret sedikit kata tentang kita
Waktu itu, waktu tadi, dan saat waktu berlalu mudah
Dan ini bukanlah surat
Atau nanti tertulis sebagai sejarah
Dalam dunia kita aku adalah rahasia

Mari kawan ulurkan tangan
Esok hari adalah tantangan
Negosiasi waktu adalah kemustahilan
Tapi akan nyata ketika tawa memecah keadaan
Bukan hanya kawan
Bersamamu adalah kesejahteraan bangsa yang terbuang...

Jogjakarta, 28 Juli 2010

SISA JALANKU

Langit itu mati,
Atau hanya merenungi apa yang terjadi
Selimut qalbu tak terlihat dari jeruji besi hitam yang berkarat itu
Hanya angan akan indahnya dunia tanpa wahana ini

Ataukah akan selamanya terpuruk dengan palu sebagai pondasinya
Suara ini lemah walau teriakan telah memecah dunia
Hiruk piruk bisingnya pasar ganja dan narkotika lainnya
Hingga kau sang muda bersama mereka bercanda menutup hari

Kau ingin bagai burung itu, terbang dan hinggap kemana ia suka
Tapi takut rasanya bertemu mereka
Karena mereka adalah raja tanpa tentara di belakangnya

Ku tahu tak ada jalan menuju istana,
Tak ada jalan menuju lembah,
Tak ada jalan menuju samudra,
Tapi tersisa jalan menuju surga yang indah….

TAK ADA SAIR TENTANG CINTA MALAM INI

Ini rasa mencintai, berdiam dengan semua dusta
Tak permah terucap kejujuran perasaan akan isinya yang mendalam
Aku malu dengan sair yang terus tercipta dari karangan bagai pujangga
Penuh keindahan dan makna

Tapi mengapa sayu?
Mengapa layu di kala sang pajar menampakkan sinarnya
Ada apa dengan nyanyian lembah
Mengusik sunyi cinta yang kita jalani

Ada pandangan panorama kota yang indah
Penuh dengan lampu malam di kota jogja
Tak lupa teriakan para senimannya

Malam ini indah,
Tapi tetap tak ada nyanyian sair cinta yang terucap
Hanya cibiran senyum yang kurasa tak begitu indah
Semoga penuh makna agar tak ada kecewa malam ini

TANGISAN KEHIDUPAN

Ketika dunia menjelma menjadi mesin pembunuh
malaikatpun tak mampu menahannya
hanya tetesan air mata yang terus jatuh bercucuran
menangisi subuah kepunahan...

beku, sunyi tertawa dalam sebuah kegelapan
meraungkan suara terkeras
menapaki jejak kehidupan yang suatu saat akan habis...

merilis album kehidupan
menulis cerita kematian
menyanyi dalam kepiluan hati yang terdalam...

langit yang cerahpun sekarang telah mendung....

UCAPAN MALAM KEPADA RINDU

Mengenalmu bukanlah kisah tentang asmara
Hanya catatan kecil tentang cinta
Lirih berumpama cincin dengan lingkarnya saat terselipkan

Bukankah kau indah
Melanglang hingga abad baru tertuliskan
Jelas terangnya warna terbalutkan getir berurutan
Kaki-kaki cinta yang tegas
bagai logam berat gemerlapan
menempuh ke muka dan tak kan kunjung diundurkan

ketika malam berbisik sunyi
Di muka kaca jendela
kau berkaca dan mencuci rambut dengan gelombangnya
untuk melaju ke pesta tersunyi sepanjang sejarah yang ada

tiada lebih buruk dan tiada lebih baik dari yang lain
hanya mungkin perangmu tentang duka menawarkan aroma belia
hingga sempurna titipan langkah-langkah kita
berdua dalam mimpi atau anganku
yang indah, tenang tiada yang mengusiknya

berilah rasa kepada semua
dan tidurkanlah senyummu untuk terjaga esok dan lusa yang bermakna
disini akan selalu ada bayang menanti rasa tentang percaya…

Rabu, 24 November 2010

KAU NYAWA SI KECIL BERTUBUH MUNGIL

kering...
saat peradaban perasaan tak teraliri air sungai-sungai keabadian
adalah sebuah keadaan, saat semua jendela menampung angin malam
jikalah ada kedipan cermin untuk tubuhmu malam ini,
maka biarkan busanamu mengiringi alang rintang kehidupan sesaat

bukan hanya tentang perut yang keroncongan,
bukan juga tentang cinta yang takkan pernah singgah dalam kehidupan jika seperti ini,
tapi ini tentang pengabdian jiwa kepada suara rasa
yang tak ada dalam kamus semua bahasa
biarkan mereka menggunjing perjuangan
tapi harapan hanya Tuhan mengampunkan dosa jika memang semuanya harus

ceramah cinta,
lantunkan sebuah ayat yang menusuk jiwa,
agar ada jalan yang datang ketika semua telah meminta
bukankah ini juga jalan yang tertulis di persimpangan
persimpangan itu memberatkanmu ke arahnya
meski sempit tapi yakin ada banyak nyawa yang menyapa

akankah warna-warna pelangi berikan semua hal tentang indah
ataukah hanya dinding terjulang tinggi ini yang akan menyapamu setiap hari
celotehan si kecil bertubuh mungil
jadikanmu manusia termalukan
apakah kau tetap malu
jika kau tahu bahwa kau adalah segumpal nyawa untuk si kecil bertubuh mungil
biarlah semua bersenandung dengan sujud pengampunan di malam sepi...

Jogjakarta, 28 Mei 2010

KAMI TAK JAYA

Kita adalah sisah-sisah perjuangan
Yang terlahir karena darah yang mengalir
Deras hingga tak tertampung di upuk angan yang tersadar

Merah, membara dengan kesucian menjunjungnya
Lambang kejayaan yang ingin selalu membara dalam raga tiap generasinya
Walau kadang hanya tersisah para tua yang tak kenal baju usang di badannya
Duduk di kursi yang berlapiskan tangisan para peminta di ujung jalan keramaian

Malu,...
Inikah muka revolusi yang di banggakan soekarno di ujung namanya?
Inikah simbol kejayaan impian para pekerja di lubang buaya?

Senayan  adalah lambang kejayaan para sang kaya
Bukan lambang keadilan dari yang bersuara
Kami hanya hiasan dalam kejayaan para pembawanya
Hingga dunia tahu kami adalah sang Jaya yang berkuasa ditanah leluhurnya
Memupuk padi kami sendiri yang terhampar luas hingga ke Aceh Raya

Tapi kami pakum,
Terdiam melihat para tikus memporak porandakan kebun kami
Yang kini telah menjadi ladang mencari harta

Kami diam, menanti yang berkuasa menatap kejalan lorong yang kumuh
Tanda keadilan telah terbit kembali
Letih, tapi kami percaya akan datangnya sang nyata
Yang kini sedang merangkak dan menangis di pangkuan Ibunda tercinta…

IBU

Mungkin keningmu telah berkerut
Membuat keajaiban usia tanpa rencana
Darahmu telah bangkitkan ragaku yang terpaku
Rindu…
Pelukmu dalam dingin tidurku
Membalut luka kecil karena manjaku
Ibarat kangguru di kehidupannya
Bak putra mahkota kerajaan sriwijaya

Senyummu membangunkan aku dari pembaringan
Marahmu membuatku tertunduk lesu
Kau membuatku rindu
Akan nasehatmu tentang cinta...

Di bangku pojok ruangan itu
Kau duduk dengan selendang merahmu
Menetes air matamu tanda keiklasanmu
Ceritamu adalah hidupku
Seiring langkah menjagaku


Ibu…
Akulah anakmu
Yang rindu pelukmu
Akulah anakmu
Berdoa di gelap malam ini
Berharap menatap wajahmu hingga akhir nafasku…

PALESTINA

Ada pembantaian di tanah Gaza,
Putranya bermainkan senjata yang penuh darah
Bukan keinginan yang terpikirkan,
Tapi hanya angan akan kehidupan di masa depan

Adakah kau lihat anak kecil berbaju loreng itu?
Mereka pujangga terhebat dalam peperangan yang terjadi
Bersyairkan dentuman ranjau dan bising suara geranat
Mereka pembawa berita
Bersuratkan pesan tuhan untuk para hamba

Ada banyak keindahan diluar sana,
Tapi tak ingin rasanya membiarkan para yahudi tertawa gembira

Kami adalah para pejuang Allah,
Tak ada jalan lain selain menuju mereka
Tak ada pintu lain selain keluar melalui keberanian jiwa
Dan ini saatnya kau para durjana
Melihat kami dengan batu kerikil di tangan kanan

Kami adalah api,
Dengan bara sebagai senjatanya
Kami adalah Indonesia untuk Palestina tercinta…

DO’A PENDOSA DI AKHIR CERITA

Lorong-lorong aksara,
Beri aku tarian kemenangan dengan rindu
Antara prasasti keagungan dengan keheningan hati hamba
Riwayat kala masih buta sangat jelas ceritanya
Mungkin kini masih rabun karena jaring-jaring keegoisan
Ratapan anak-anak rimba

Laguku bukan untuk Sang Tinggi
Tapi masih berirama untuk kedalaman diri
Masih menangisi kelembutan sang Indah,
Bukan tetesan untuk Sang Terindah
Ini hanya cerita akupun tau itu
Biarlah nanti ketika semua terlaksana

Jangan biarkan rapuh dengan suasana yang seolah-olah
Saatnya adalah bersujud bukan sajadah
Damai, bersamaNYA walau hampa nyata
Iringilah kembali barisan risalah penuh mozaik cinta
Tak kering batu kecil tersiram irama percikan keimanan
Senantiasa memberi renungan-renungan keiklasan
Menyuguhkan nafas-nafas firman dan sabda
Maha syair,...
Indahkanlah coretan bermakna
Berayun dengan kayu-kayu terkikiskan waktu
Tanpa nyawa hanyalah titik-titik takdir secuil rencanaMu
Tak terujar langit tersenyum indah
Tak terkata iblis murka melihatnya
Surga sementara dan berakhir dengan keawalan nantinya

Akankah tak terhalang gerbang amalan lurus dan terurai rambut-rambut indah
Bukan serpihan-serpihannya, tapi luasnya dengan taman bunga para dewa
Merah muda bunga berwarna dan alunan lagu sair-sair pujangga
Bukankah nanti bukan khayalan, tapi hanya saja mereka terdepan disana,...
Semoga,...

Jogjakarta, 5 April 2010

DETIK KEPERGIAN

Detik-detik ini menyakitkan
Iringan indah masa setiamu kala itu hanyut terbawa kikisan-kikisan waktu
Ini bukan irama cinta kita yang penuh shimpony
Ini bait-bait tanda kehancuran
Hancur karena renungan-renungan akan hadirmu

Beri aku sebuah rasa
Rasa yang membawa makna tentang alur samudra pemisah
Agar bisa rela menatap hari esok tanpa keindahanmu
Hingga aku tenang berjalan sendiri dilorong sepi penuh tetesan rasa hina

Inikah rasa mencinta,
Merintih bersih halaman warna tanpa keiklasan
Engkau indah, tapi mati karena anggapmu akan cintaku
Bukan aku yang ingin punah,
Tapi kitab tuhan menuliskan kesudahan
Walau malam masih panjang
Dan gelappun masih membayang
Tapi lekaslah pergi dari lingkaran cinta tanpa kesungguhan
Hanya niat menyatukan rasa dengan asa tersiksa hingga hati berdarah
Karena sayatan pisau-pisau keangkuhanmu…

CURHATLAH JALAN PUJANGGA JOGJA

Air pagi mendinginkan
Relasi hidup satu per satu mendatangi pagiku ini
Perumpamaan mungkin adalah pembersih wajah
Yang ku usap di bagian keharusan warna indah

Hidupku ini menyatu dan kaku
Berotasi tapi statis karna porosnya yg lelah
Melangkah, menggila atau hanya sedikit tawa bersama pemetik gitar terhebat di tanah jawa
Itu lah kata mereka

Liriknya indah, berirama dengan hati yg berumpama
Bukan seniman biasa,
Mereka penguasa jalanan indah dan kereseknya
Bukan suara, tapi indah dan harta
Berpilin menciptakan suasana

Gondrong bukan gila,
Botakpun cuma gaya
Merdeka, setidaknya dalam kehidupannya malam ini
Resah hanya asa dalam negara atau penjara yg terpidana
Tapi bukan untuk kami atau mereka yg ada di ujung jalan sana
Karena mereka adalah dewa tawa
Bugil malam ini tak ada busana mewah
Beraksilah wahai pujangga, ujung jalan ini tetap jogja


Jogjakarta, 11 maret 2010

BUNG HATTA

Aku mengenalmu dari buku yang usang terselip diantara buku lainnya
Tak tahu halaman berapa, tapi ini karya yang nyata
Tak tahu sosokmu yang nyata,
Tapi hati ini terbalut namamu hingga mengguncang darah juangku

Rakyatmu menangis di kala layu bunga  diatas kuburan tanpa permata
Duka mungkin kata yang pantas terucap bagi rakyat Indonesia…

Sepatu usangmu lambang pengabdianmu
Terjepit dalam bayang tangisan para tua dan peminta
Hingga sosokmu bagai orang-orang pinggiran kota tak bertahta
Hanya berharta hati dan jiwa keadilan

Kami bangga,
Walau tak sempat menatap wajahmu yang lugu penuh canda tawa
Teriring do’a dari kami yang menulis namamu di setiap lembar karya
Dalam dunia kau adalah sedikit cahaya lambang anugerah sang Esa…

BICARA TENTANG INDONESIA

Rambu derama menyilangkan kuasanya
Mimpi-mimpi mendengung bak suasana malam di hutan rimba cerita sumatera
Rimau mengaung tanda kuatnya cakaran jagad yang mengalir dalam darah
Riang kurcaci hutan tertawa melihat dan mendendangkan lagu-lagu penghinaan
Sebuah kisah singkat melanglang dalam keaksaraan cerita nenek moyang

Aliran senyum mengalir karena melodi penghapus pilu
Bukan karena cerita,
Tapi terompet perang mimpi-mimpi berbunyi dalam tidur selang waktu

Kaki revolusi menaungi reformasi untuk istana selanjutnya
Boeng Karno terguling Soeharto lengser dari tahta kuning
Kami kaum intelek lupa suasana berdarah tiap senja
Bicara moralpun kamar tak terbereskan tidur tadi malam
Untuk apa bangsa?
Ini ludah sejarah bung!

Sair Soekarno memang tak tercecer dalam darah
Tapi ini bukan idola kata-kata, cukup jauh dari jurang-jurang pemisah
Berbaringlah saja di altar rasa penuh panas usang bambu-bambu kemenangan
Biar mereka selesaikan amanah dalam sahdu lagu ciptaan mereka
Lebih penting goresan-goresan terlaksana ketika diluar gedung musium perjuangan
Karena mereka maya,
Hanya ada cerita dan sejarah berbalut sampul mewah

Ciptakan suasana penuh cerita fiksi
Atau novel penyejuk jiwa
Untuk mereka baca ketika istana mengajak kelorong-lorong kemiskinan
penuh sang tua dengan cucunya yang lugu tapi mengerti suasananya
ada kerutan ditiap wajah
itu karena rahasia di balik meja kerja
tikus yang biasa melihat sampah
kini berangkas hampa tanpa rupiah menjelma
tak usah malulah, tirai jendela kokoh dari baja
biar jelata yang mati disela nafas-nafas para pembuat kata harapan...

ayolah lembayung lagu indonesia
kisah terdalam mungkin untuk negeri ini
ketika terang melihat bendera
perut berpilin melihat harta belum bercampur hidangan tak terbayarkan
kapan berhenti atas nama negara?
Ini lumbung sairnya para wartawan
Kau tak wariskan rajutan kain suci pengikat kepala
Hingga berita hanya tentang mereka yang berolahkata
Mengeringkan daun-daun jalanan lagu gelandangan
Seberang istana tak tersampaikan menatapnya
Hanya karena kami orang Indonesia!

Kisah ayah telah jelas pesonanya
Hingga ibu terpukau kemiskinannya
Esok atau lusa mereka saksikan derama keluarga
Untuk mencatat sejarah presiden kemiskinan ayah
Di atas kerangka rumah dia pidatokan kemenangannya seolah titik menghentikan sejarah
Tapi ku tahu dialah presidennya dunia,...

jogjakarta, 11 april 2010

AKU INDAH, JIKA KAU TAHU

Aku bukanlah keindahan yang datang dari ujung perjalanan
Memberimu makna dalam ketiadaan arti kehidupan
Berbelit tanpa kejelasan

Aku bukanlah kecantikan yang datang dari sebuah keramaian
Memberimu tawa tanpa kebahagiaan yang terumpamakan
Berkhayal dengan senyum terselip indah

Aku hanyalah karang yang terbentuk oleh kikisan ombak yang terhempaskan
Indah tapi menyakitkan ketika kakimu melewati
Tapi tetap memberikan kebahagiaan hati yang bermakna
Hanya saja sedikit pelik dengan keadaan yang tak memungkinkan

Berikan aku batu yang membuatmu sakit
Untuk ku haluskan agar bisa kau bawa sebagai cindramata
Cindramata yang indah dengan cinta didalamnya…

Kamis, 18 November 2010

UCAPAN MALAM KEPADA RINDU

Mengenalmu bukanlah kisah tentang asmara
Hanya catatan kecil tentang cinta
Lirih berumpama cincin dengan lingkarnya saat terselipkan

Bukankah kau indah
Melanglang hingga abad baru tertuliskan
Jelas terangnya warna terbalutkan getir berurutan
Kaki-kaki cinta yang tegas
bagai logam berat gemerlapan
menempuh ke muka dan tak kan kunjung diundurkan

ketika malam berbisik sunyi
Di muka kaca jendela
kau berkaca dan mencuci rambut dengan gelombangnya
untuk melaju ke pesta tersunyi sepanjang sejarah yang ada

tiada lebih buruk dan tiada lebih baik dari yang lain
hanya mungkin perangmu tentang duka menawarkan aroma belia
hingga sempurna titipan langkah-langkah kita
berdua dalam mimpi atau anganku
yang indah, tenang tiada yang mengusiknya

berilah rasa kepada semua
dan tidurkanlah senyummu untuk terjaga esok dan lusa yang bermakna
disini akan selalu ada bayang menanti rasa tentang percaya…

UNTUKMU PENGUASA

Aku adalah sepenggal kalimat yang terucap dari para miskin yang kelaparan
aku adalah sair lagu yang dinyanyikan pengamen di Bus kota
aku adalah ratapan sang tua yang duduk menadahkan tangannya...

Hei !
engkau yang duduk dengan dasi rapi menggantung di lehermu yang terlihat telah
melebar,
dengarkan suaraku lewat mulut yang kau anggap hina ini
dengarkan laguku yang tak pernah habis menjerit bersama laju Bus kota
dengarkan ratapanku yang tak pernah henti mengharap kemurahan hati...

Dimana dirimu??
yang mengemis suara kami dahulu ???
engkau penguasa,
bukan penguasa jika tak menghisap darah rakyatnya!
bukan penguasa jika tak ingat akan hartanya!
bukan penguasa jika tak membuang ludah melihat peminta minta dilorong kumuh tanpa
mobil mewah!

takkah kau lihat dia yang menjerit kelaparan karena tak makan?
takkah kau ingat catatan pidato panjangmu yang terdengar lantang ditelinga mereka?
mereka adalah nyawa bagi keluargamu,
harta bagi anak istrimu,
dan kekuasaan bagi dirimu..
tapi kau kuburan bagi rakyatmu !!!